Ada beberapa pengujian yang perlu dilakukan sebelum sebuah produk atau aplikasi diluncurkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk quality control sekaligus untuk memastikan produk tersebut benar-benar sudah layak diluncurkan ke pengguna yang sesungguhnya. Secara garis besar, sedikitnya ada dua jenis pengujian. Keduanya adalah alpha testing dan beta testing.
Apa Itu Alpha Testing dan Beta Testing?
Baik alpha testing maupun beta testing, keduanya sama-sama memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan sebuah produk atau aplikasi. Melalui kedua testing inilah, fungsi aplikasi diuji. Jika ada bug atau masalah, perbaikan bisa segera dilakukan. Namun apa itu alpha testing dan beta testing?
- Alpha Testing
Alpha testing merupakan salah satu jenis user acceptance testing yang dilakukan secara terbatas. Pengujian ini dilakukan dalam ruang lingkup internal yang terbatas. Dalam alpha testing, pengujian produk atau aplikasi dilakukan oleh staf internal pengembang saja. Tes ini biasanya dilakukan untuk menemukan bug atau cacat produk yang sifatnya basic. Apakah fungsi-fungsi dasar sudah berfungsi, semua itu dipastikan melalui pengujian yang satu ini.
- Beta Testing
Jika alpha testing hanya dilakukan oleh pihak internal, beta testing dilakukan dengan melibatkan pengguna yang sesungguhnya (real user). Pengembang produk atau aplikasi akan meminta beberapa user untuk menguji produk yang secara fungsi sudah berfungsi. Jumlah user beta testing biasanya juga dibatasi.
Tujuan dari beta testing pada dasarnya mirip seperti alpha testing, yakni untuk mencari bug yang mungkin baru terlihat saat produk atau aplikasi digunakan oleh banyak orang dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya. Selain itu, beta testing juga dilakukan untuk mendapatkan feedback dari user yang sesungguhnya dan memastikan apa yang sebenarnya mereka butuhkan.
Perbedaan Alpha Testing dan Beta Testing
Meski sama-sama memiliki tujuan untuk menguji kelayakan sebuah produk atau aplikasi, alpha testing dan beta testing memiliki beberapa perbedaan yang fundamental. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari beberapa aspek berikut ini.
- Pihak yang Menguji
Alpha testing dilakukan oleh pihak internal dalam organisasi pengembang. Sebaliknya, beta testing dilakukan oleh pihak eksternal, yakni klien atau end user.
- Pengecekan Keandalan dan Keamanan
Pada alpha testing, pengujian biasanya lebih fokus pada aspek-aspek paling fundamental, seperti fungsional fitur-fitur dasar. Pada beta testing, produk atau aplikasi juga diuji keandalan dan keamanannya.
- Lama Periode Pengecekan
Alpha testing umumnya memiliki periode pengecekan yang panjang. Hal ini berbeda dengan beta testing yang umumnya dilakukan dalam periode waktu yang lebih singkat, yakni beberapa minggu saja.
- Tindak Lanjut Pengujian
Hasil dari alpha testing biasanya akan ditindaklanjuti secepatnya. Jika ada bug, bug tersebut akan segera diperbaiki. Di sisi lain, tindak lanjut dari beta testing biasanya baru dilakukan setelah semua feedback selama periode waktu tertentu dikumpulkan. Perbaikan juga akan diimplementasikan dalam versi produk berikutnya.
- Keberadaan Testing Environment
Alpha testing membutuhkan testing environment atau lab khusus untuk melakukan pengujian. Sebaliknya, beta testing bisa dilakukan tanpa lab khusus.
Testing merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengembangan sebuah produk atau aplikasi. Melalui testing inilah, kekurangan dan kelemahan sebuah produk dapat ditemukan.
Alpha testing dan beta testing sama-sama dibutuhkan untuk menemukan kekurangan dalam sebuah produk atau aplikasi. Biasanya, beta testing dilakukan setelah alpha testing dilakukan. Dengan memadukan antara dua perspektif yang berbeda, yakni pengembang dan pengguna, produk dapat lebih disempurnakan.