Untuk bisa berkembang dan sukses, sebuah startup harus bisa menjadi yang terdepan pada target pasar yang spesifik. Target pasar sendiri bisa berangkat dari kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Berbeda target pasar akan menentukan model bisnis sebuah startup. Apakah itu B2B atau B2C, setiap model bisnis memiliki karakternya masing-masing.
Apa Itu B2B dan B2C?
Jika dilihat dari pasarnya, sedikitnya ada dua model bisnis yang sering dijumpai. Keduanya adalah B2B (Business to Business) dan B2C (Business to Consumer). Antara keduanya, perbedaan yang paling fundamental bisa dilihat dari segi pasar yang digarap.
B2B adalah model bisnis yang menyasar pasar atau market bisnis. Startup dengan model bisnis B2B mengembangkan produk atau jasa untuk kemudian dijual kepada pelaku bisnis atau perusahaan lain. Produk yang dijual tidak selalu berupa produk jadi.
Dalam banyak kasus, bisnis dengan model B2B justru lebih sering menjual barang mentah atau setengah jadi. Di sisi lain, B2C adalah model bisnis yang target pasarnya masyarakat luas. Startup yang memiliki model bisnis B2C menjual langsung produknya kepada individu. Karena perbedaan pasar inilah, strategi marketing B2B otomatis juga berbeda.
Perbedaan Startup B2B dan B2C
Garis besar perbedaan antara startup B2B dan B2C dapat dilihat dari target pasarnya. Namun jika diurai, ada beberapa unsur yang membedakan antara kedua jenis startup tersebut.
- Target Audiens
B2B dan B2C memiliki perbedaan mendasar dalam hal target audiens. Perbedaan ini bisa dilihat dari istilahnya sendiri. B2B lebih menyasar ke para pelaku bisnis atau industri, di mana secara jumlah, prospek pasar untuk B2B cenderung lebih kecil karena sifatnya lebih spesifik. Sementara B2C lebih menyasar ke konsumen perorangan dan memiliki potensi pasar yang sangat besar karena menargetkan individu perorangan yang jumlahnya sangat banyak.
- Komunikasi
Berbeda target audiens juga menentukan perbedaan strategi marketing yang digunakan dalam memasarkan produk. Karena lebih menyasar para pelaku bisnis dan industri, komunikasi dalam B2B akan lebih cenderung edukatif dan informatif yang panjang tentang kualitas produk dan layanan juga portfolio. Hal ini disebabkan oleh proses pembelian untuk B2B yang melibatkan banyak pihak dan proses yang tidak pendek.
Sementara untuk B2C lebih bersifat emosional karena proses pembelian lebih didominasi oleh keinginan, sehingga gaya komunikasi yang digunakan dalam B2C lebih kreatif, variatif dan cenderung pendek, serta mudah diingat, karena konsumen B2C yang merupakan individu atau perorangan.
- Return on Investment (ROI)
Perusahaan dan masyarakat umum memiliki atensi berbeda saat memutuskan untuk membeli suatu produk atau menggunakan layanan tertentu. Bagi perusahaan, pembelian produk atau jasa pada dasarnya adalah investasi. Mereka melakukannya karena ingin meningkatkan revenue, menekan cost atau meningkatkan kepuasan pelanggan.
Di sisi lain, consumer atau masyarakat umumnya membeli karena alasan-alasan yang lebih sederhana, misalnya saja seperti karena produk tersebut terlihat menarik atau karena ingin merasakan pengalaman baru. Jadi pada dasarnya, tidak ada istilah ROI dalam pembelian yang dilakukan oleh consumer individu.
- Decision Making Process
Pengambilan keputusan pembelian pada perusahaan umumnya bersifat logis dan membutuhkan proses yang cukup panjang. Dalam melakukan pembelian, dibutuhkan persetujuan dari stakeholder.
Berbeda dengan perusahaan, pembelian yang dilakukan oleh individu justru lebih sering bersifat impulsif. Keputusan lebih cepat diambil. Kalaupun perlu berkonsultasi, pihak yang diajak berdiskusi biasanya ada di lingkaran keluarga atau pertemanan.
- Sales Cycle
Siklus penjualan B2B biasanya membutuhkan waktu yang lama. Ada banyak pertimbangan di sana. Sebaliknya, sales cycle B2C umumnya jauh lebih singkat dengan pertimbangan yang lebih minimal.
- Customer Journey
Secara umum, customer journey B2B dan B2C memiliki banyak kemiripan. Perbedaannya ada pada hal-hal yang bersifat detail. Misalnya dalam aspek marketing, B2B menggunakan pendekatan one-to-one engagement. Sedangkan pada B2C, pendekatannya menggunakan one-to-many.
Pasar yang berbeda membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Dengan memahami model bisnis B2B dan B2C, Anda sebagai founder startup dapat memetakan konsep bisnis. Selain itu, Anda juga bisa memahami bagaimana startup Anda bisa memberikan solusi dan membantu Anda dalam melihat berbagai peluang-peluang yang ada untuk kelancaran pertumbuhan startup Anda.
Bagaimana dengan startup Anda? Apakah Anda menghadapi berbagai tantangan dalam melakukan pengembangan bisnis untuk startup Anda?
Buat Anda para founder startup potensial yang sedang membangun produk dan startup, Anda bisa mendapatkan kesempatan dalam mengembangkan produk dan skala bisnis melalui brainstorming dan mentoring secara langsung dari para founder dan pelaku startup terkemuka di Indonesia, serta para ahli di bidangnya melalui Startup Studio Indonesia (SSI) yang merupakan program pemberdayaan startup early-stage dari Kemenkominfo.
Pendaftaran Batch 3 SSI sudah dibuka mulai 15 Juli – 15 Agustus 2021. Temukan informasi lengkap tentang SSI, termasuk tentang pendaftaran dan berbagai kriterianya, dengan mengunjungi website Startup Studio Indonesia.