Metode manajemen proyek yang dipilih memiliki andil besar dalam perjalanan sebuah startup. Untuk itu, penting bagi para founder untuk memahami metode yang sebaiknya dipilih. Sedikitnya ada dua metode yang lazim digunakan dalam pengembangan software atau aplikasi. Kedua metode tersebut adalah metode agile dan waterfall.
Apa Itu Metode Waterfall dan Agile
Saat berbicara tentang manajemen proyek, waterfall dan agile adalah dua metode yang paling sering digunakan. Keduanya sama-sama sudah teruji dan banyak digunakan dalam manajemen proyek IT. Hadir dengan ciri yang khas, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dalam pengembangan software, metode waterfall sering disebut sebagai metode tradisional. Sesuai dengan namanya, metode ini memiliki alur yang cenderung runtut dari atas ke bawah layaknya air terjun. Mulai dari tahap conception, initiation, analysis hingga deployment, setiap tahapan dilakukan secara berurutan.
Metode agile adalah metode manajemen proyek IT yang mengutamakan kelincahan. Metode ini terbilang lebih muda jika dibandingkan dengan metode waterfall. Tahapan metode agile tidak terlalu terpaku pada urutan. Dalam mengembangkan sebuah software, beberapa tahapan bisa saja berjalan secara bersamaan.
Apa Perbedaan Antara Metode Waterfall dan Agile
Dari penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang sangat fundamental antara metode waterfall dan agile. Jika waterfall berfokus pada perencanaan dan eksekusi yang berurutan, agile lebih mengutamakan kelincahan dan kecepatan. Namun di samping dua perbedaan tersebut, waterfall dan agile juga memiliki perbedaan lain.
● Ruang Lingkup Proyek
Metode waterfall bekerja lebih baik saat ruang lingkup proyeknya jelas atau saat terjadi perubahan batas jangka waktu kontrak. Sebaliknya, metode agile cenderung lebih terbuka pada perubahan meski ada beberapa kompensasi, seperti cost yang lebih tinggi atau jadwal yang berubah. Metode agile juga dapat bekerja dengan baik meski ruang lingkup proyek belum bisa dipastikan.
● Tim
Metode waterfall biasanya melibatkan tim besar. Karena itu, koordinasinya cenderung lambat. Di sisi lain, agile dapat bekerja dengan tim kecil. Itulah kenapa koordinasinya lebih cepat.
● Keterlibatan Pelanggan
Metode waterfall hanya melibatkan pelanggan di tahap awal proyek. Pada metode agile, keterlibatan pelanggan hampir bisa dijumpai di hampir semua tahapan proyek.
● Prioritas Fitur
Dalam metode waterfall, tidak ada yang namanya prioritas fitur. Semua dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelanggan dan pengembang. Pada metode agile, pengembangan fitur diurutkan berdasarkan urgensinya. Fitur-fitur yang value-nya paling tinggi akan diprioritaskan.
● Funding
Metode waterfall bekerja dengan baik dengan mengurangi fixed funding melalui kontrak. Di sisi lain, metode agile dapat berjalan dengan baik dengan peningkatan funding secara efisien.
Metode Mana yang Lebih Baik untuk Startup
Melihat perbedaan antara metode waterfall dengan metode agile, dapat dilihat jika metode agile cenderung lebih bisa mengakomodasi kebutuhan startup. Tim yang kecil dan ruang lingkup proyek yang tidak dapat dipastikan membuat metode ini lebih cocok untuk perusahaan rintisan.
Selain itu, metode agile juga lebih lincah dalam proses pengembangan produk. Tentu saja, ini adalah nilai tambah bagi startup yang masih mencari “jati dirinya”. Sebenarnya tidak ada metode manajemen proyek yang sempurna. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pertimbangkan beberapa parameter seperti ukuran tim hingga funding saat memilih metode pengembangan aplikasi, selain itu juga pentingnya team work saat melakukan pengembangan. Namun untuk startup, metode agile memang cenderung lebih cocok untuk diadopsi. Saat ini adopsi metode agile juga semakin luas, terlebih pada startup. Kini giliran Anda untuk memutuskan. Metode apa yang Anda pilih?